Na’at secara sederhana adalah kata sifat, merupakan
segala sesuatu yang disebutkan di dalam kalimat setelah isim atau kata benda
disebutkan, dengan tujuan untuk dapat memperjelas gambaran keadaan yang sedang
terjadi atau yang berhubungan dengan isim yang sudah disebutkan. Sedangkan
man’ut adalah isim (kata benda) yang disifati oleh na’at tersebut.
Contoh : جَاءَ التِلْمِيْدُ المُجْتَهِدُ
“seorang siswa yang rajin sudah datang”.
Di dalam contoh tersebut, lafaz yang berfungsi
sebagai man’ut atau kata yang disifati adalah التِلْمِيْدُ
sedangkan lafaz yang berfungsi sebagai na’at atau kata sifatnya adalah المُجْتَهِدُ .
Hukum yang Ada pada Na’at
dan Man’ut
Na’at man’ut sudah bisa digambarkan seperti saudara kembar yang harus memiliki kesamaan dalam empat hal. Adapun keempat hal yang harus dipenuhi oleh baik na’at dan juga man’ut adalah:
1. Memiliki I’rab yang Sama
I’rab adalah salah satu aspek yang ada di dalam bahasa Arab di mana
aspek ini mengatur mengenai perubahan bunyi kata yang umumnya merupakan syakat
atau harokat pada setiap akhir kalimat yang disesuaikan dengan amil yang
memasukinya.
Contoh:
رأيت الأمِيْرَ العادلَ
Yang artinya: “ saya melihat pemimpin yang adil itu”
Pada kalimat tersebut, baik na’at maupun man’ut sama – sama memiliki I’rab manshub atau dibaca nashob karena memiliki tanda nashob yaitu fathah.
2. Memiliki Gender yang Sama
Di dalam bahasa Arab, satu kata yang sama dapat
disusun oleh huruf yang berbeda tergantung dengan gender dari amil yang
memasukinya. Yang dimaksud amil adalah orang yang menjadi pelaku atau objek
dari kalimat. Gender di dalam bahasa Arab hanya terbagi menjadi dua, yaitu
mudzakkar atau laki – laki dan juga muannats atau perempuan.
Contoh : حضر الطالب الناجح
“seorang
siswa yang rajin itu sudah hadir”
حضرت الطالبة الناجحة
“ seorang siswi yang rajin itu sudah hadir”.
Jika sahabat muslim cermati, pada contoh kalimat pertama baik na’at maupun man’ut memiliki sifat mudzakkar yang menyatakan laki – laki, sedangkan pada contoh kalimat kedua baik na’at maupun man’ut memiliki sifat muannats atau perempuan.
3. Memiliki ‘Adad atau Jumlah yang Sama
Selain berdasarkan gendernya, suatu kata di dalam
bahasa Arab dapat disusun oleh huruf yang berbeda pula berdasarkan jumlahnya,
yang kemudian digolongkan kepada isim mufrad (berjumlah satu), isim mutsanna
(berjumlah dua) dan juga isim jamak (berjumlah banyak).
Contoh : جاء الطالب الناجح
“satu siswa yang rajin”
جاء الطالبان الناجحان
“dua siswa yang rajin”
جاء الطلاب الناجحون
“para siswa yang rajin”.
4. Memiliki Ma’rifat dan Nakirah yang Sama
Yang dimaksud dengan ma’rifat adalah suatu isim
(kata benda) yang sudah tentu atau khusus, berbeda dengan nakirah yang
merupakan kebalikannya, yaitu adalah isim yang umum dan tidak secara khusus
menunjuk kepada sesuatu.
Contoh : جاء طالبٌ ناجحٌ
“seseorang siswa yang rajin telah tiba”
جاء الطالبُ الناجحُ
“siswa yang rajin itu telah datang”
Pada contoh kalimat yang pertama, dapat dilihat bahwa baik na’at dan man’utnya merupakan isim nakirah atau yang masih memiliki arti umum, di mana hal tersebut ditandai dengan na’at dan man’ut tersebut dibaca tanwin. Sedangkan pada contoh kalimat kedua, baik na’at dan man’ut memiliki arti yang khusus atau menunjukkan arti tertentu.
Bentuk Na’at
Jika sahabat muslim tinjau dari bentuknya, sahabat
muslim dapat membagi na’at menjadi tiga jenis yaitu na’at mufrad, jumlah, dan
juga syibh al jumlah. Adapun na’at munfrad sama seperti isim mufrad merupakan na’at
yang berjumlah satu, contohnya الأسد حيوانٌ
مفترسٌ yang artinya “singa adalah hewan buas”.
Sedangkan kalimah merupakan na’at yang sudah berbentuk sebagai kalimat yang dilengkapi dengan syibhul jumlah yang merupakan man’utnya. Baik na’at kalimah maupun syibhul jumlah harus berupa isim nakirah yang menunjukkan arti umum.
Allahu A'lam Bisshowab.

0 Komentar